Pernahkah kamu merasa semuanya serba salah di matamu?
Pernah kah kamu menjadi anti sosial seharian?
Menjadi sangat sensitif.. Tanpa ingin diganggu, mematikan semua alat komunikasi, dan melakukan hal yang tidak penting sepanjang hari di dalam kamar.. Melipat kertas menjadi perahu.. Menggambari kertas dengan tulisan-tulisan dan warna-warni yang entah apa artinya.. Ingin memotret perahu-perahu kertas itu tapi tidak juga mengambil kamera.. Sesekali membuka note book yang terkoneksi dengan internet hanya untuk melihat situs jejaring sosial dan media chatting dengan status invisible.. Bisa lama bisa sebentar.. Lupa makan lupa mandi.. Lupa menyisir rambut.. Shalat di akhir waktu.. Tiba-tiba malam menjelang kantuk menyerang.. Bergegas mandi air hangat.. Membaluri badan dengan bedak tabur bayi.. Membaluri tangan dan kaki dengan coconut body lotion.. Menyisir rambut, membuat ekor kuda yang tinggi.. Mengenakan piyama lalu meyalakan aromatherapy sebagai pengantar tidur.. Tidak ada hal produktif yang saya lakukan hari itu.. Ya, saya menjadi anti sosial seharian..
Pernahkah kamu seperti yang saya sebutkan tadi???
Jika saya diberi pertanyaan itu, saya akan menjawab:
Saya pernah..
Saya pernah merasa sangat kesal.. Tapi tidak tahu kesal pada siapa.. Tidak bisa pula saya ungkapkan apa yang membuat saya begitu amat sangat kesal sekali..
Saya pernah merasa ingin marah.. Tapi tidak tahu kemarahan ini harus dialamatkan pada siapa.. Rasanya saya ingin marahi semuanya.. Tapi saya tidak mungkin melakukannya..
Kekesalan dan kemarahan saya ini pada akhirnya bermuara pada diri saya sendiri.. Saya jadi kesal sendiri dan marah pada diri sendiri.. Kesal karena saya tidak bisa memahami semua yang sedang terjadi.. Marah karena saya tidak mau berada dalam kondisi seperti ini..
Hmm.. Bukan, sebenarnya saya bukan tidak tahu penyebab kekesalan dan kemarahan saya.. Hanya saja pertanyaan saya..
Pantas kah saya kesal dan marah pada mereka?!
Pertanyaan lainnya bertubi-tubi memenuhi kepala saya..
"Mengapa saya diperlakukan seperti ini?"
"Tidak kah dia sadar perkataannya menyakiti hati saya?"
"Sadarkah dia bahwa setiap perkataan yang diucapkan adalah doa?"
"Mengapa dia tidak bisa bersikap bijaksana?"
"Siapa yang sesungguhnya egois, saya atau dia?"
"Pengalaman macam apa yang selalu dia bilang saya tidak punya?"
"Mengapa cara pandangnya begitu berlebihan?"
"Pentingkah terlalu peduli dengan omongan orang?"
"Mengapa saya tidak diperlakukan seperti orang dewasa?"
"Tidak bisa kah saya diperlakukan dengan cara yang lebih baik?"
Saya benar-benar kecewa dan sedih..
Kekesalan dan kemarahan saya ternyata belum berkurang sedikit pun.. Sampai akhirnya saya utarakan kekesalan dan kemarahan ini kepadanya.. Ya, memulai pembicaraan dari hati ke hati tidak lah mudah jika penuh dengan emosi.. Tetapi saat semua kekecewaan, kekesalan, dan kemarahan masing-masing sudah terungkap.. Setidaknya masing-masing jadi tahu apa pokok masalahnya..
Walaupun dia mengakui bahwa apa yang sudah dilakukannya kepada saya adalah kesalahan terbesar seumur hidupnya.. Walaupun dia sudah meminta maaf atas kekhilafannya karena sudah menyakiti hati saya.. Walaupun dia katakan itu semua hanya karena dia terlalu menyayangi saya.. Walaupun dia berjanji tidak mengulangi kesalahannya kemarin.. Walaupun dia katakan 'terserah' dan tidak akan ikut campur lagi dalam urusan seperti ini.. Walaupun berulang kali dia meminta saya memaafkannya dan mulai melupakan yang sudah berlalu..
Tapi saya masih kesal dan marah..
Dia pun menyadari itu.. Perubahan sikap saya jelas sekali..
Saya tidak mudah lagi disentuh olehnya..
Saya tidak seperti dulu lagi..
Saya semakin sedih.. Mungkin dia pun begitu..
Merasa sangat kehilangan saya..
Karena saya sangat membatasi diri..
Dan itu sangat jelas saya tunjukan padanya..
Keadaan tidak menjadi lebih baik.. Saya semakin menyalahkannya..
Mudah saja dia bilang begitu..
Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini..
Dia tidak tahu bagaimana rasanya..
Mengatakan 'terserah' itu justru membuat saya lebih sakit hati..
Karena yang saya butuhkan sesungguhnya adalah dukungan..
Saya mulai kesal dan marah pada dia-dia yang lain..
Dia yang saya anggap tidak mendukung saya..
Dia yang menyalahkan saya..
Dia yang merasa tersakiti oleh ulah saya..
Dia yang merasa menjadi korban..
Dia yang membohongi saya..
Dia yang saya anggap benar-benar egois..
Dia yang tidak bisa membuktikan bahwa pilihan saya itu tepat..
Semua menjadi serba salah. Saya makin menarik diri dan sibuk dengan diri sendiri. Energi saya kian negatif saja. Saya pun mulai lelah dengan ini. Saya tidak mau terus begini. Harus ada pencerahan dari kegelisahan saya ini. Saya tidak mau membuang-buang energi yang tidak membuat hidup saya menjadi lebih baik.
Dalam setiap doa yang dipanjatkan saya meminta ketenangan hati. Saya pun mulai rutin mengikuti dialog kerohanian. Di saat saya kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang di sekitar saya, dengan mendengarkan pengalaman hidup orang lain dan nasihat orang yang lebih mengerti tentang kerohanian, memberikan saya semangat dan cara pandang yang lebih baik.. Ya, ternyata lingkungan baru yang kondusif mampu membuat saya merasa lebih baik. Hingga saya tahu apa yang membuat saya begitu kesal dan marah berkepanjangan..
Saya memang sudah memaafkan tapi saya belum bisa melupakan..
Seharusnya saat memaafkan saya harus melupakan sakit hati sekaligus. Berhenti mengungkit kesalahan dan mulai menapaki jalan ke depan dengan pengalaman baru yang diperoleh dari pelajaran hidup kemarin. Sesekali menoleh ke belakang itu baik.. Tapi lebih baik jika lebih fokus dengan apa yang ada di depan.
Melupakan sakit hati bukan berarti melupakan mereka yang membuat kita sakit hati. Karena itu tidak mungkin. Sekarang lebih baik mengingat kebaikan-kebaikan yang sudah dia lakukan kepada saya. Saya memang tidak menghitung dan membuat list kebaikan versus kesalahan mereka terhadap saya. Tapi saya menyadari kebaikan mereka jauh lebih banyak dari pada kesalahan mereka yang sudah membuat saya sakit hati.
Maka dari itu lebih baik instropeksi diri dari pada menyalahkan orang lain. Terlebih menyalahkan keadaan. Mulailah berdamai dengan keadaan dan belajar memaafkan. Semua akan terasa ringan untuk dijalani. Hmm.. Tidak perlu risau jika dia-dia itu masih memendam kekesalan dan kemarahan pada saya. Tak apa.. Biarlah kita sama-sama belajar memaafkan dan melupakan rasa sakit hati.
Memang masih banyak pertanyaan di benak saya. Ternyata saya masih belum banyak mengerti tentang hidup. Saya tidak perlu memahami semuanya sekarang kan? Butuh proses belajar untuk memaknai itu semua. Proses itu butuh waktu dan tidak instan. Akan tetapi saya ingin menjadi pembelajar yang baik, yaitu pembelajar yang mudah dan cepat belajar. Maka dari itu saya harus selalu rendah hati dan mengurangi keras kepala.
Semua proses belajar ini membutuhkan kesabaran. Sabar itu tidak berbatas. Jika kita sudah sabar, maka kita harus bisa lebih sabar, selanjutnya tingkatkan kesabaran kita. Memang sulit, tapi bisa dipelajari.. Hanya di Universitas Kehidupan yang ada mata kuliah sabar di setiap semesternya. Tidak ada dosen yang mengajari karena kita harus belajar mandiri. Jika sudah melewati ujian, maka masih ada ujian-ujian berikutnya. Ya itulah.. Mengapa kita harus sabar dan ikhtiar dengan cerdas..
Karena hidup itu penuh dengan ujian..
Hidup itu tidak seperti yang kita inginkan..
Tapi hidup itu seperti yang kita jalani..
Jika pada akhir proses belajar masih ada beberapa hal yang belum saya pahami, itu tidak masalah. Cobalah untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda. Karena toh saya tidak perlu memahami semuanya kan? Sama halnya seperti saya tidak bisa memaksakan orang lain untuk memahami saya.. :)
Saya harus kembali fokus dengan tujuan hidup saya ke depan dari pada sibuk menghitung berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk pulih kembali. Merevisi target dan mimpi yang belum tercapai. Mulai membangun kepercayaan diri dan memperbaiki hubungan yang buruk dengan dia-dia yang terkait. Kembali menikmati hidup dengan setiap pengalaman barunya. Belajar untuk menilai dengan lebih bijaksana. Berani menentukan pilihan yang membuat hidup saya menjadi lebih baik.
That's life.. It's my life.. Enjoy !!
Semoga saya dan dia-dia yang ada di dalam tulisan ini bisa belajar untuk saling memaafkan dan melupakan rasa sakit hati satu sama lain..
NB :
Semua gambar dalam tulisan ini tidak orisinil. Saya tidak punya stok gambar orisinil yang sesuai dengan tema tulisan ini. Dalam kesempatan seperti ini saya tidak bisa bernarsis ria di depan kamera seperti biasanya :p**inspirasi tulisan berasal dari berbagai sumber**